Ketua Ombudsman Aceh: Buruknya Layanan PLN Aceh, Ditanya Malah Memberi Jawaban Bodoh

Tulisan ini adalah karya  Taqwaddin Husin, Ketua Ombudsman Aceh, dimuat di Serambi Indonesia, 27 April 2016

DALAM Islam, kita diajarkan bahwa kehidupan ini hari harus lebih baik dari kemarin. Maka, celakalah orang yang kehidupannya hari ini lebih buruk dari kemarin. Bagaimana kehidupan listrik kita, lebih baik atau lebih buruk?

Dalam satu diskusi yang digelar oleh Ombudsman Aceh beberapa hari lalu, beberapa peserta, termasuk Munawar Liza Zainal, mantan Wali Kota Sabang mempertanyakan pada pimpinan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Aceh mengapa sering mati listrik? Bagaimana konsekuensi dan pertanggungjawaban hukum PLN terhadap kerusakan alat elektronika pelanggan akibat mati-hidup listrik sesukanya itu?

Jawaban yang diberikan pihak PLN menurut saya, tidak bijak dan tidak profesional. Dipertanyakan mengapa mati listrik. Jawabannya, banyak pelanggan yang tidak membayar, termasuk beberapa pemerintah kabupaten. Ditanya bagaimana pertanggungawaban PLN terhadap alat eloktronika rakyat yang rusak. Dijawab ringan saja, kualitas alat eloktronika tersebut tidak baik.

Tak habis pikir saya, mendengar jawaban Deputi Humas PLN Aceh. Benar-benar jawaban bodoh, rendah, dan menghinakan. Misalnya, tiga unit komputer dan satu unit televisi Kantor Ombudsman Aceh juga rusak. Alat-alat elektronika tersebut diadakan oleh Negara dan bermerek bagus.

Dosen Senior Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), menyampaikan ke saya, Senin 25 April 2016, bahwa akibat matinya listrik, kegiatan di kampus praktis lumpuh. Begitu juga kegiatan administrasi. Banyak alat-alat peraga pembelajaran dan alat laboratorium, terutama yang menggunakan instrumen digital, yang rusak. Pernahkah PLN menghitung kerugian rakyat dan kerugian negara akibat buruknya pelayanan mereka? Apakah alat-alat milik Unsyiah berkualitas rendah seperti disinyalir oleh Humas PLN Aceh?

Merugikan rakyat
Adalah fakta nyata yang dapat disimpulkan bahwa PLN Aceh telah merugikan rakyat, sekaligus juga merugikan Negara. Merugikan rakyat jelas makna dan faktanya, sehingga tak perlu lagi saya jelaskan. Sedangkan merugikan negara, karena akibat ulahnya banyak alat elektronika milik pemerintah yang dibeli dengan uang Negara yang rusak karena PLN.

Kondisi listrik kita saat ini paradoks dengan fakta bahwa Aceh kaya sumber daya alam, daerah modal, SDM hebat. Nyatanya, sudah lebih 70 tahun merdeka, mengurus listrik saja tak bisa. Kondisi listrik Aceh makin membuktikan bahwa negara seringkali tak hadir bersama rakyat. Padahal, yang diperlukan rakyat adalah “listrik hidup terus, titik”. Begitu ucap Munawar Liza.

Rakyat pun tak perlu tahu dan gak usah mikir bahwa tunggakan Rp 165 miliar, karena sebulan terlambat bayar, sambungan listriknya langsung dipotong. Apalagi listrik prabayar, yang sebenarnya pelanggan bayar duluan untuk PLN. Tampaknya jelas sekali, pelayanan listrik Aceh tak sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Buruknya pelayanan PLN Aceh seringkali dikeluhkan warga masyarakat. Bahkan menjadi bahan olok-olokan dalam media sosial. Malah kadangkala, jika mati listrik saya langsung menulis status mohon jangan melaporkan ke Ombudsman, karena kantor Ombudsman juga dimatikan listriknya. Maka, mampus, titik. Biasanya, Ibu Syarifah Rahmatillah merespons dengan menulis: “Pak TW lapor aja ke Ombudsman, he he he...”

Dulu, waktu diundangkannya Undang-Undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, saya menulis opini di Serambi Indonesia (29/10/2009), memberi apresiasi dan harapan tinggi akan listrik hidup terus terang dan terang terus. Artinya, menyala terus 24 jam sehari dan dikelola secara transparan di bawah payung hukum. Namun nyatanya, lembaga penyelenggara ketenagalistrikan yang ada belum mampu memenuhi harapan kita.

Berbeda halnya dengan Undang-Undang Ketenagalistrikan masa lalu (UU No.15 Tahun 1985) yang sama sekali tidak memiliki prinsip otonomi daerah, yang karenanya tidak sedikit pun memberi kewenangan penguasaan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan ketenagalistrikan. Kebijakan perlistrikan masa lalu masih berparadigmakan sentralistik, dimana pemerintah pusat adalah segala-galanya sebagai episentrum penyelenggaraan kelistrikan di bawah tata kelola PT PLN. Hasilnya, sama kita maklum, tidak menggembirakan.

Penyediaan listrik
Kini di bawah payung UU No.30 Tahun 2009, dinyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah. Untuk penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik tersebut, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik yang dilaksanakan oleh BUMN dan BUMD (lihat; Pasal 3 dan Pasal 4).

Ketentuan di atas merupakan suatu kemajuan berhukum. Dalam rezim yang mengakui otonomisasi sekarang ini, pemerintah daerah juga diakui sebagai penguasa penyediaan tenaga listrik dan penyelenggara ketenagalistrikan. Ini berarti, bidang ketenagalistrikan pun melalui UU No.30 Tahun 2009 telah didesentralisasikan kepada daerah. Masalahnya, sejauhmanakah kesiapan pemerintah Aceh menyahuti paradigma otonomisasi ini guna mengeliminasi krisis listrik?



Hukum sudah memberikan peluang kepada pemerintah Aceh, terlebih lagi dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah pula diatur pembagian urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral, dimana ketenagalistrikan merupakan salah satu sub urusannya.

Sekarang saatnya, demi kepentingan mempercepat pelayanan publik dan meningkatkan arus investasi untuk mewujudkan kemajuan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Aceh, maka pemerintah Aceh kiranya dapat segera menaruh perhatian serius untuk menindaklanjuti kesempatan yang dibuka melalui UU No.30 Tahun 2009 dan UU No.23 Tahun 2014. Semoga dengan upaya ini, krisis listrik yang telah lama kita alami dapat teratasi secara pasti. Amin.[]

Komentar

  1. titanium hair dye - Titsanium-arts
    Titanium-arts produces a thick, thick, bright complexion, with a long, beautiful titanium helix earrings smooth, smooth skin. titanium water bottle There are 2019 ford edge titanium for sale two main schick quattro titanium colors: titanium frames platinum, dark copper and gold.

    BalasHapus

Posting Komentar